Dengan ada regulasi jangan sampai mematikan perkembangan pendidikan Islam di Indonesia

gambar pendidikan Islam di manba
bandung  (Pinmas) —- Peraturan Menteri Agama tentang Pendidikan Keagamaan Islam sudah memasuki tahap final. Bahkan, PMA ini diharapkan sudah bisa ditandatangani Menteri Agama Suryadharma Ali pada Mei yang akan datang.
Sehubungan itu, mantan Sekjen Kemenag Bahrul Hayat mengingatkan bahwa regulasi pendidikan yang disusun jangan sampai bersifat kontraproduktif sehingga justru menghambat perkembangan pendidikan Islam.
Menurut Bahrul, regulasi yang disusun setidaknya harus berprinisip pada tiga hal: Pertama, regulasi jangan sampai mematikan dan membunuh perkembangan pendidikan Islam. “Jangan sampai begitu regulasi kita kuatkan, malah mematikan pendidikan Islam,” tegas Bahrul Hayat saat menjadi narasumber pada Workshop Penguatan Kelembagaan Pendidikan Diniyah/Pendidikan Keagamaan di Bandung, Kamis (25/04).
Prinsip yang kedua, lanjut Bahrul, regulasi harus memberikan keleluasaan atas hal-hal positif (kekhasan) yang selama ini dimiliki oleh lembaga keagamaan pendidikan Islam, seperti pondok pesantren, madrasah diniyah,  dan lainnya. Adapun prinsip yang ketiga adalah regulasi bisa membuka sistem sehingga memungkinkan semua peseta didik bisa keluar masuk antar sub sistem (entri-exit).
“Peraturan Menteri Agama tentang Pendidikan Keagamaan Islam harus membuka sistem agar alumni pendidikan Diniyah Formal bisa keluar masuk kemanapun,” kata Bahrul.
Menanggapi regulasi di bidang Mu’adalah Pondok Pesantren, Bahrul mengatakan, semakin mudah dan gampang entri-exitnya maka wilayah Mu’adalah akan semakin luas. Namun, Bahrul mengingatkan agar jangan sampai karena ingin kewenangannya luas, kemudian dibuka sebebas-bebasnya. Untuk itu, Bahrul mengharuskan untuk segera dibikin standar pendidikannya.
“Standar pendidikan Mu’adalah menjadi tugas teman-teman di Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren untuk segera merumuskannya,” ujar Bahrul.
Ditambahkan Bahrul, dalam hal standar pendidikan Mu’adalah, bisa menggunakan kewenangan dalam Pasal 93 PP No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Pasal tersebut memberi kewenangan kepada satuan pendidikan seperti pondok pesantren Mu’adalah untuk  membuat standarnya sendiri (standar khusus), tidak perlu menggunakan standar sekolah/madrasah formal.
“Teman-temanlah yang berhak merumuskan sendiri standar itu dan BSNP tinggal memfasilitasinya,” tandas Bahrul.
Terkait itu, Kasubdit Pendidikan Diniyah Ahmad Zayadi berharap  Bahrul Hayat tetap berkenan memberikan bimbingan dan support agar perjuangan melahirkan PMA Pendidikan Keagamaan Islam dan PMA Mu’adalah Pesantren dapat lancar.
“Ibarat Penjahit, Pak Bahrul Hayat adalah penjahit kedua regulasi tersebut, maka mengerti mana yang harus dilonggarkan dan mana yang harus disempitkan,” tambah Zayadi. (rb/mkd/mkd)
*sumber:http://www.kemenag.go.id


EmoticonEmoticon

Configure Popular